Rabu, 02 November 2016



;
Dear sandy.
Selamat malam sandy, bagaimna harimu, menyenangkan bukan, tanpa diriku !!!, hhhh,,,, Anggukanmu kencang sekali, sepertinya kamu begitu bernahagia, dan bersemangat, tanpaku. Akh tak apalah,,,,, aku sadar kalau aku memang menyebalkan. Tak usah panjang lebarlah hhhh,, langsung saja ya sandy. Tak seperti biasa sandy, seseorang pernah dekat deganku dikala masa silam lalu itu, kini kembali lagi sandy, entahlah gk angina gk ada badai, kok tiba-tiba saja dia menampakkan muka lagi didepanku, hingga sekalianlama tak pernah muncul dihadapanku.
Sampai saat ini aku takhabis fikir sandy, yang aku tahu sejak kejadian insiden kemarin itu, yang membuat dia seprtinya menghindar  dariku, sampai sekarang aku juga belum menemukan titik alasan sebenarnya, yangmembuat dirinya begitu benci padaku.
Harus pasang kuda-kuda. Kudu sabar dan tabah. Entahlah apa kata nanti.



TUGAS SIYASAH HARBIYAH
(PERANG MAWAR)

logo uin suka


Oleh:
Nurul Hudaya (14370080)


JURUSAN SIYASAH
FAKULTAS SYARIA’H DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016




PERANG MAWAR
(1455-1487)
Kerajaan Inggris memang tidak berdiri atas satu keluarga bangsawan saja. Ada beberapa keluarga bangsawan yang hidup ditanah Inggris yang paling kuat adalah keluarga Lancaster (leeds) dan Youk (Manchester). Kastil tempat tinggal mereka dipenuhi dengan tentara yang besar. Saat terjadi perang melawan Prancis (perang seratus tahun), keluarga-keluarga bangsawan Inggris mampu bersatu, tidak terkecuali keluarga Lancaster serta York. Akan tetapi, dua tahun setelah perang seratus tahun melawan Prancis, kerajaan Inggris dilanda prahara besar. Pada abad 15, terjadi perselisihan memperebutkan tahta Inggris antara keluarga Lancaster dan keluarga York. Perang besar diantara kedua keluarga itu pun akhirnya berkobar.
Perang berlangsung selama 30 tahun yang berlangsung dari 1455-1485. Perang ini dijuluki perang mawar karena symbol mawar yang digunakan sebagai lambang perang masing-masing tentara. Pasukan Lancaster mengibarkan bendera berlambang mawar mereh sedangkan tentara York membawa panji-panji bergambar mawar putih.
Perang dimulai ketika para bangsawan York menyerang Henry VI dari Lancaster yang berkuasa sebagai raja Inggris, Henry VI dianggap lemah dan orang-orang York mengambil mahkota raja lalu meneobatkan Richard dari York menggantikan Henry VI sebagai penguasa kerajaan Inggris. Pertempuran pertama yang merontokkan kekuasaan Henry VI dan mengangkat nama Richard dari York terjadi di Saint Albans. Richard menggerakkan 3000 tentara dan Henry VI keluar dari London untuk mengadang musuh dengan membawa 2000 tentara. Pertempuran ini jelas tidak seimbang, tentara York hanya butuh waktu setegah jam untuk merebut kekuasaan Inggris dari tangan Lancaster.
Empat tahun berlalu, selama masa kekuasaaan raja Richard dari York, orang-orang Lancaster tetap menaruh dendam atas kekalahan mereka. Mereka berniat merebut kembali tahta Inggris dan terjadilah Pertempuran Blore Heath di Staffordshire tahun 1459. Dalam pertempuran itu, beberapa tentara York membelok dan justru memihak pada Lancaster. Pertempuran kedua ini dimenagkan oleh Lancaster dan membuat pimpinan York termasuk Richard dan anaknya. Edward melarikan diri ke Irlandia dan Calais. Henry VI kemudian menjadi raja Inggris dan keluarga York dinyatakan sebagai pengkhianat kerajaan.
Kekuasaan Henry VI tidaklah lama. Pada akhir juni 1460. Warwick (pendukung keluarga York) menyeberangi selat Channel dan menuju kota London. Ia membawa tentara besar dan mendapat dukungan dari Paus di Roma. Dalam pertempuran Northampton pada bulan juli, tentara York dibawah komando Warwick mengalahkan tentara Lancaster. Raja Henry VI di tangan mereka, tentara York kembali ke Landon dengan membawa kemenangan gemilang. Richard dari York kembali menguasai kerajaan Inggris.
Akan tetapi, kemenaagan ini tidak bertahan lama. Richard dari York harus meninggalkan London di akhir tahun untuk memimpin tentaranya melawan pasukan Lancaster yang berkumpul dekat kota York. Dia mengambil posisi bertahan di dekat kota Wakefield selama Natal 1460. Kemudian pada tanggal  30 Desember, pasukannya meninggalkan benteng dan menyerang pasukan Lancaster di tempat terbuka. Tentara Rischard kalah jumlahnya, akibatnya, pertempuran Wakefield menjadi ajang pembantaian tentara York. Richard mati terbunuh bersama dengan pemimpin lain yang menjadi pengikutnya. Kemengan Lancaster telah diraih dan mereka mendapati Hanry VI duduk terluka di bawah pohon.
Lancaster kembali ke London dan mendudukkan lagi Henry VI menjadi raja, sedangkan sisa-sisa pasukan York termasuk pasukan Warwick bergabung dengan pasukan Edward, anak Richard dari York yang juga selamat. Edward putera Richard dari York terus melakukan perlawanan bersama Warwirck. Di Herefordshire, Edward dari York mendapat penelihatan Ilahiah. Ia melihat tiga matahari di ufuk barat dan ia memercayai bahwa itu tanda kemenangannya kelak. Pasukan dibawah Edward dari York terus menerbu tentara Lancaster.
Dalam satu kesempatan Edward dan Warwick berbaris diutara Inggris, mengumpulkan pasukan besar dan bertempur dengan tentara Lancaster di Towton. Pertempuran ini merupakan pertempuran terbesar dari perang mawar. Lebih dari 20.000orang terbunuh selama perang Towton. Edward dari York dan pasukannya meraih kemenangan yang menentukan dan pasukan Lancaster dapat dihancurkan dengan sebagian besar pemimpin mereka dibunuh. Henry VI dan istrinya, Margaret, yang sedang menunggu di York bersama putra mereka, Edward, melarikan diri ke utara ketika mereka mendengar hasil pertempuran Towton.
Keluarga Henry VI kecewa karena kemudian banyak bangsawan Lancaster yang selamat beralih kesetiaan kepada Edward dari York. Kemenangan semakin mendekati keluarga York, Edward putra Richard dari York perlahan maju untuk membebaskan kota York. Setelahnya ia mampu menduduki London dan merangkak naik menjadi raja Inggris pada tahun 1461 denagan gelar raja Edward VI. Ia mendapat banyak dukungan pihak dan mampu mempertahankan kekuasaannya setidaknya selama sepuluh tahun.
Meski mampu bertahan selama itu, bukan berarti kekuasaan Edward VI berjalan mulus. Pada tahun 1464 terjadi pemborontaka orang-orang Lancaster di utara Inggris meski pemberontakan ini dapat dipadamkan dalam pertempuran Hedgely Moor dan pemimpin pemberontak, Somerset ditangkap lalu dieksekusi mati. Kekuasaan Edward VI juga terancam oleh pemberantakan orang kepercayaan sendiri yaitu Warwirc. Warwick kecewa dengan kebijakan Edward VI tidak menyetujui pernikahan saudara-saudaranya dengan putri-putri Warwick. Dalam pertempuran Barnet tahun 1471, kaum pemberontaka pimpinan Warwick mampu dihancurkan dengan cepat.
Saat raja Edward berusaha kembali memulihkan kemabali kekuasaannya, diam-diam musuh lamanya bersiap kembali menyerang. Sia-sia keluarga Lancaster yang masih hidup berusaha untuk kembali mengambil kuasa atas tahta Inggris. Margaret dan putranya, Edward, mendarat di West Country hanya beberapa hari sebelum pertempuran Barnet. Mereka bergabung dengan pendukung Lancaster di Wales. Persiapan tentara telah dilaksanakan dan aksi penyerangan telah direncanakan. Edward VI yang mengetahui rencana ini juga bersiap. Pertempuran pun akhirnya terjadi.
Kedua pasukan baik dari Lancaster maupun York bertemu di Tewkesbury. Pertempuran in akhirnya dimenangkan oleh pasukan York. Edward dari Lancaster, putera Henry VI. Bersama banyak bangsawan terkemuka Lancaster tewas dalam pertempuran ataupun dalam eksekusi mati. Henry VI yang telah ditawan sebelumnya di menara London, akhirnya juga dibunuh setelah pertempuran itu. Dengan matinya Henry VI dan anaknya, Edward, maka kekuasaan Edward VI di atas tahta Inggris lebih aman. Perang Tewkesbury memang telah memulihkan keadaan politik kerajaan Inggris hingga kematian Edward IV pada 1483.
Pergantian raja Inggris selepas kematian Edward VI dari keluarga York berlangsung penuh tragedy. Dua orang putera Edward IV menghilang secara misterius di sebuah menara di London. Dengan hilangnya putera mahkota Richard, adik termuda dari Edward IV, akhirnya diangkat menjadi raja dan digelari nama Richard III. Selama kekuasaan Richard III, banyak kalangan bangsawan merasa tidak puas. Bahkan penguasa dari kastil Buckingham yang sebelumnya mendukung Richard III terbalik memusuhinyya.
Terjadilan pemberontkan besar yang dilakukan oleh orang-orang Buckingham. Mereka mendukung seseorang yang bernama Henry Tudor. Henry Tudor merupakan bagian dari keluarga Lancaster, ia anak dari saudara Henry VI. Pemberontakan ini mengobarkan lagi perang antara keluarga York dengan Lancaster. Dalam sebuah perang dilapangan Boswonrth pada agustus 1485, Richard III terbunuh dan Henry Tudor mendapat kemenangan pertamanya yang mengantarnya menjadi raja Inggris dengan gelar raja Henry VII.
Pertempuran Bosworth menjadi penanda berakhirnya perang mawar di Inggris. Kemenangan Henry Tudor dibarengi dengan pernikahannya dengan Elizabeth, putri dari Edward IV. Dengan demikian, keluarga Lancaster dan keluarga York telah bersatu. Henry Tudor juga telah menyatukan symbol mawar merah milik Lancaster dan mawar merah milik York menjadi lambang merah putih dalam bendera resmi kerajaan Inggris di bawah Henry Tudor (Henry VII). Berakhirnya perang mawar ini juga telah melahirkan dinasti baru, dinasti Tudor.
Setelah pemberontakan Lancastrian di utara ditindas dalam 1464 dan Henry ditangkap sekali lagi, Edward jatuh dengan pendukungnya kepala dan penasihat, Earl of Warwick (dikenal sebagai "Kingmaker"), dan juga terasing banyak teman dan bahkan anggota keluarga dengan mendukung keluarga ratu, Elizabeth Woodville, yang telah menikah secara rahasia. Warwick mencoba pertama untuk menggantikan Edward dengan adiknya George, Duke of Clarence, dan kemudian mengembalikan Henry VI takhta. Hal ini mengakibatkan dua tahun perubahan yang cepat dari keberuntungan, sebelum Edward IV sekali lagi memenangkan kemenangan lengkap di Barnet (April 1471), di mana Warwick terbunuh, dan Tewkesbury (Mei 1471) di mana pewaris Lancastrian, Edward, Pangeran Wales, dieksekusi setelah pertempuran. Henry dibunuh di Menara London beberapa hari kemudian, mengakhiri garis Lancastrian langsung suksesi.
Sebuah periode perdamaian komparatif diikuti, tapi Raja Edward meninggal mendadak di 1483. Kakaknya masih hidup, Richard of Gloucester pertama kali pindah ke mencegah populer Woodville keluarga janda Edward dari berpartisipasi dalam pemerintahan selama minoritas anak Edward, Edward V, dan kemudian menguasai tahta untuk dirinya sendiri, dengan menggunakan legitimasi tersangka pernikahan Edward IV sebagai dalih. Henry Tudor, relatif jauh dari raja-raja Lancastrian yang telah mewarisi klaim mereka, mengalahkan Richard di Bosworth tahun 1485. Ia dimahkotai Henry VII, dan menikahi Elizabeth dari York, putri Edward IV, untuk bersatu dan mendamaikan kedua pemberontakan houses.Yorkist, disutradarai oleh John de la Pole, 1st Earl of Lincoln dan lain-lain, berkobar pada tahun 1487 di bawah bendera pretender Lambert Simnel, yang mengaku sebagai Edward, Earl of Warwick (putra George Clarence), sehingga dalam pertempuran bernada terakhir. Meskipun sebagian besar dari keturunan yang masih hidup dari Richard of York dipenjara, pemberontakan sporadis berlanjut sampai 1497 ketika Perkin Warbeck, yang mengaku sebagai adik dari Edward V, salah satu dari dua Princes menghilang di menara, dipenjarakan dan kemudian dihukum mati.
Nama "Perang Mawar" mengacu pada lencana Heraldic terkait dengan dua rumah kerajaan, White Rose of York dan Red Rose of Lancaster. Ini mulai umum digunakan pada abad kesembilan belas setelah penerbitan Anne of Geierstein oleh Sir Walter Scott. Scott berdasarkan nama pada adegan di William Shakespeare bermain Henry VI Bagian 1, ditetapkan dalam taman-taman Gereja Kuil, di mana sejumlah bangsawan dan pengacara memilih mawar merah atau putih untuk menunjukkan kesetiaan mereka kepada Lancastrian atau fraksi Yorkist masing-masing. Faksi Yorkist menggunakan simbol mawar putih dari awal konflik, tapi merah mawar Lancastrian rupanya diperkenalkan hanya setelah kemenangan Henry Tudor pada Pertempuran Bosworth, bila dikombinasikan dengan putih Yorkist naik untuk membentuk Tudor mawar, yang melambangkan persatuan dari dua rumah.
Sebagian besar peserta dalam perang mengenakan lencana livery terkait dengan penguasa langsung atau pelanggan di bawah sistem yang berlaku yang disebut "bajingan feodalisme". Misalnya, pasukan Henry Tudor di Bosworth berjuang di bawah bendera naga merah, sementara tentara Yorkist digunakan perangkat pribadi Richard III dari babi putih.
Meskipun nama-nama rumah saingan berasal dari kota-kota York dan Lancaster, wilayah adipati yang sesuai memiliki sedikit hubungannya dengan kota-kota ini. Tanah dan kantor melekat Kadipaten Lancaster terutama di Gloucestershire, North Wales dan Cheshire, sedangkan perkebunan dan istana yang merupakan bagian dari Kadipaten York (dan pangkat pangeran Maret, yang Richard of York juga mewarisi) yang tersebar di seluruh Inggris , meskipun banyak berada di pawai Welsh.
nya adalah masa ketika raja-raja Inggris mengklaim ilahi righ dan diyakini oleh orang-orang mereka untuk menjadi "yang diurapi Tuhan", diarahkan dan dibimbing oleh tangan Tuhan itu dianggap bahwa raja memiliki kewajiban untuk membela umat-Nya dan untuk menegakkan hukum tanah tapi cara dia memenuhi fungsi-fungsi itu sepenuhnya tergantung, dalam prakteknya, pada karakter individu sovereign.Although raja masih memiliki kekuasaan pribadi yang luas, kompleksitas pemerintahan di negara dari sekitar 3 juta orang telah menyebabkan meningkatkan pendelegasian kekuasaan melalui meningkatnya jumlah departemen negara
Aturan hak anak sulung laki-laki pada umumnya diterapkan pada suksesi kerajaan. Sejak The Anarchy, disebabkan oleh kematian Raja Henry I dari Inggris pada 1135 tanpa ahli waris laki-laki, dibawa ke sebuah akhir oleh aksesi cucunya Henry II, tidak ada masalah besar yang muncul dengan pendekatan ini. Dari deposisi Richard II pada 1399 sampai akhir abad kelima belas, bagaimanapun, mahkota adalah fokus ketidakpuasan, sebagian karena munculnya apa yang Sir John Fortescue, menulis dalam tahun 1460, yang disebut "subjek over-perkasa" Karena sebagian besar jumlah anak yang dihasilkan oleh Raja Edward III, terlalu banyak mata pelajaran terkemuka. memiliki klaim tahta atau bercita-cita untuk menjadi kekuatan di balik itu.
Penggerak utama dalam Perang Mawar adalah anggota aristokrasi bertanah, termasuk royal adipati, marquesses dan Earl (relatif sedikit jumlahnya), dan sejumlah besar baron, ksatria dan tuan tanah. Banyak perkebunan besar dikontrol dan menikmati aliansi politik yang menempatkan di pembuangan sejumlah besar mereka pengikut feodal dan penyewa, di samping itu, praktek menjaga sejumlah besar dibayar laki-prajurit (dikenal sebagai "pemeliharaan") meningkat prestise seorang bangsawan, sering diukur dari segi "afinitas" nya, (yaitu, mereka terikat kontrak untuk melayani Dia), yang mengenakan "seragam"-nya (seragam dan lencana) dan menemaninya dalam kampanye militer. Sebagai imbalannya, bangsawan dibayar pensiun, perlindungan yang diberikan dan manfaat keuangan yang diberikan. Melalui "livery dan pemeliharaan", penurunan feodalisme di bangun dari Perang Seratus Tahun digantikan oleh sistem resmi dimana bangsawan dilayani oleh pengikut berseragam di bawah kontrak atau perjanjian. Karena raja diandalkan bangsawan mereka untuk memberikan mereka dengan pasukan bila diperlukan, itu dalam kepentingan mereka untuk menjaga hubungan baik dengan aristokrasi dan bangsawan yang, jika diprovokasi, bisa bersaing dengan mereka dalam hal kekuatan bersenjata. Demikian juga, seorang raja itu berkewajiban untuk mencegah perebutan kekuasaan antara pembesarnya, karena ini dapat mempengaruhi stabilitas kerajaan di samping ancaman terhadap posisinya sendiri bahwa mereka disajikan. Setelah kekalahan dalam Perang Seratus Tahun, pemilik tanah Inggris mengeluh lantang tentang kerugian finansial akibat hilangnya kepemilikan benua mereka, ini sering dianggap sebagai penyebab iuran dari Perang Mawar.
Pada saat yang sama, kelas menengah tumbuh lebih makmur dan berpengaruh melalui kepentingan dagang nya. Lambatnya penurunan perdagangan wol setelah 1450 diimbangi oleh meningkatnya permintaan dari luar negeri, tidak hanya untuk kain wol, tapi untuk timah, timbal, kulit dan produk lainnya. Calais, yang tetap di tangan Inggris setelah sisa wilayah Perancis Inggris hilang pada tahun 1453, adalah pasar wol kepala, menarik pedagang dari seluruh Eropa. Pentingnya mempertahankan Calais Oleh karena itu penting untuk kelanjutan kemakmuran bangsa. Selama Perang Mawar, bagaimanapun, Calais juga datang untuk dilihat sebagai tempat berlindung yang potensial bagi mereka yang telah jatuh dari kekuasaan, dan bahkan sebagai batu loncatan untuk invasi potensi Inggris.
Kelas bawah, sangat dipengaruhi oleh ajaran Lollard dan semakin siap untuk mempertanyakan tatanan mapan, mulai menunjukkan berkurangnya rasa hormat terhadap otoritas dan hukum, yang memberikan kontribusi untuk suasana umum kerusuhan. Dari awal pemerintahan Henry VI tahun 1422, keluhan tentang korupsi, huru, kerusuhan dan maladministrasi keadilan, menjadi luas. Salah satu ancaman terbesar bagi hukum dan ketertiban berasal dari tentara yang kembali dari perang di Perancis. Kekurangan uang, terbiasa dengan kekerasan, dan sekarang dibebaskan dari disiplin militer, banyak dibutuhkan untuk kehidupan perampokan dan pelanggaran hukum. Beberapa memasuki pelayanan bangsawan sebagai bagian dari tentara pribadi mereka. Meskipun Dewan Raja diatur negara atas nama raja muda, ia tidak dapat mengontrol taipan. Para penulis sejarah John Hardyng menulis: "Dalam setiap shire, dengan jack dan sallets bersih, pemerintahan yang buruk Maha bangkit dan menerbitkan perang tetangga". Kebanyakan penjahat tampaknya telah berhasil lolos dengan kejahatan mereka. Dari mereka yang tertangkap, banyak yang dibebaskan sementara yang lain diberi grasi dikeluarkan atas nama Henry VI.
Aturan keterlibatan militer berubah karena perang sipil berhasil kampanye di luar negeri. Itu adat untuk kavaleri berat untuk melawan sepenuhnya pada kaki. Dalam beberapa kasus, bangsawan turun dan berjuang di antara kaki-prajurit umum, untuk menginspirasi mereka dan untuk menghilangkan gagasan bahwa dalam kasus kekalahan mereka mungkin ditebus sementara prajurit biasa, dengan nilai yang kecil, menghadapi kematian. Itu sering diklaim, bagaimanapun, bahwa para bangsawan menghadapi risiko lebih besar dari prajurit biasa. The Burgundi pengamat Philippe de Commines melaporkan bahwa setelah Edward IV telah melihat bahwa kemenangan sudah pasti di medan perang, dia akan memanggil bahwa prajurit biasa melarikan diri akan terhindar, tapi tanpa ampun akan ditampilkan kepada penguasa. Ada sedikit insentif bagi siapa pun untuk mengambil tahanan setiap berpangkat tinggi mulia selama atau segera setelah pertempuran. Selama Perang Seratus Tahun melawan Prancis, seorang ningrat ditangkap akan mampu menebus dirinya sendiri untuk jumlah besar, tetapi dalam Perang Mawar, seorang bangsawan yang menjadi anggota faksi dikalahkan akan dinyatakan attainted, dan karena itu memiliki tidak ada properti, dan tidak ada nilai penculiknya.
The "ras magnates kuat" diciptakan oleh Raja Edward III pada abad keempat belas. Edward dan istrinya Philippa dari Hainault memiliki tiga belas anak, termasuk lima anak-anak yang tumbuh hingga jatuh tempo. Edward perjodohan yang kuat bagi mereka dengan ahli waris Inggris dan menciptakan pertama dukedoms pernah Inggris: Cornwall, Clarence, Lancaster, York dan Gloucester. Keturunan bangsawan ini akan "akhirnya saling menantang untuk takhta itu sendiri".
Edward III digantikan pada tahun 1377 oleh cucu sembilan tahun lamanya Richard II, yang ayahnya, Edward, Pangeran Hitam, telah meninggal pada 1376. Putra Edward III yang kedua, Lionel of Antwerp, Duke pertama Clarence, juga mendahului dia dan meninggalkan satu anak perempuan, Philippa, yang menjadi ahli waris dugaan Richard II. Philippa menikah Edmund Mortimer, 3rd Earl Maret, namun pasangan ini meninggal dalam waktu satu bulan satu sama lain pada tahun 1381. The beranak Richard II bernama putra mereka, Roger Mortimer, 4th Earl of March, sebagai ahli warisnya dugaan, tapi Roger Mortimer juga meninggal, tahun 1398, meninggalkan seorang anak muda, Edmund Mortimer, Earl 5 Mar. Ketika garis Black Prince gagal, anak sulung akan didikte mahkota lewat untuk Edmund Mortimer, sebagai keturunan dari Lionel of Antwerp. Ketika tahta Richard II telah dirampas oleh sepupunya, Henry Bolingbroke, garis normal suksesi oleh-berlalu dan ini adalah masalah penting dalam apa yang dikenal sebagai Perang Mawar.
Pemerintah Richard II menjadi sangat tidak populer di luar benteng di Cheshire dan Wales, dan dia diasingkan Bolingbroke, putra ketiga putra Edward III John dari Gaunt. Ketika Bolingbroke kembali dari pengasingan pada 1399, awalnya untuk merebut kembali hak-haknya sebagai Duke of Lancaster, ia mengambil keuntungan dari dukungan dari sebagian besar para bangsawan untuk menggulingkan Richard dan dimahkotai Raja Henry IV. Ada sedikit dukungan untuk counter-klaim kaum muda Edmund Mortimer, namun klaim keluarga Mortimer tahta adalah alasan untuk pemberontakan utama Owain Glyndŵr di Wales, dan lainnya, kurang berhasil, pemberontakan di Cheshire dan Northumberland.
Putra Henry IV dan penggantinya, Henry V, mewarisi sementara ditenangkan bangsa, dan keberhasilan militer melawan Perancis dalam Perang Seratus Tahun didukung popularitasnya, memungkinkan dia untuk memperkuat terus Lancastrian atas takhta. Namun demikian, salah satu konspirasi terkenal melawan Henry berlangsung selama pemerintahan sembilan tahun: Plot Southampton, yang dipimpin oleh Richard, Earl of Cambridge, putra Edmund dari Langley, putra keempat dari Edward III. Cambridge dieksekusi pada tahun 1415, karena pengkhianatan, pada awal kampanye yang menyebabkan Pertempuran Agincourt. Istri Cambridge, Anne Mortimer, yang meninggal tahun 1411, adalah putri dari Roger Mortimer dan dengan demikian keturunan Lionel of Antwerp. Kakaknya Edmund, Earl of March, yang telah setia mendukung Henry, meninggal tanpa anak di 1.425 dan klaimnya dan judul sehingga diteruskan ke keturunan Anne.
Richard Duke of York, putra Cambridge dan Anne Mortimer, berusia empat tahun pada saat eksekusi ayahnya. Meskipun Cambridge itu attainted, Henry kemudian diizinkan Richard untuk mewarisi judul dan tanah Cambridge kakak Edward, Duke of York, yang meninggal berjuang bersama Henry di Agincourt dan tidak punya masalah. Henry, yang memiliki tiga adik dan dirinya di prima dan baru saja menikah, tidak punya keraguan bahwa hak Lancastrian untuk mahkota itu aman. Kematian dini Henry menyebabkan anaknya hanya datang ke tahta saat masih bayi dan negara diperintah oleh bupati. Adik laki-laki Henry V tidak menghasilkan hidup masalah yang sah, hanya menyisakan sepupu jauh (yang Beauforts) sebagai alternatif Lancaster ahli waris, dan dengan demikian Richard klaim York tahta menjadi lebih signifikan, menempatkan dia dalam posisi untuk mengancam lemah Raja Henry VI.
Sejarawan masih memperdebatkan sejauh mana sebenarnya dampak konflik terhadap kehidupan Inggris abad pertengahan, dan beberapa revisionis, seperti sejarawan Oxford KB McFarlane, menunjukkan bahwa konflik selama periode ini telah secara radikal dilebih-lebihkan, dan bahwa ada, pada kenyataannya, tidak ada Perang Mawar sama sekali. Banyak tempat sebagian besar tidak terpengaruh oleh perang, terutama di bagian timur Inggris, seperti East Anglia.
Dengan banyak korban mereka di antara kaum bangsawan, perang diperkirakan terus perubahan dalam masyarakat Inggris feodal disebabkan oleh efek dari Black Death, termasuk melemahnya kekuasaan feodal para bangsawan dan penguatan yang sesuai dari kelas pedagang, dan pertumbuhan yang kuat, monarki yang terpusat di bawah Tudors. Ini menandakan akhir periode abad pertengahan di Inggris dan gerakan menuju Renaissance.
Ini juga telah menyarankan bahwa dampak traumatis dari perang terlalu dibesar-besarkan oleh Henry VII untuk memperbesar prestasinya dalam memadamkan mereka dan membawa perdamaian. Tentu saja, efek dari perang pada kelas pedagang dan bersalin adalah jauh lebih sedikit daripada dalam perang panjang berlarut-larut pengepungan dan penjarahan di Perancis dan di tempat lain di Eropa, yang dilakukan oleh tentara bayaran yang mendapat keuntungan dari memperpanjang perang. Meskipun ada beberapa pengepungan panjang, seperti di Castle Harlech dan Bamburgh Castle, ini adalah di daerah yang relatif terpencil dan jarang dihuni. Di daerah-daerah, kedua faksi memiliki banyak kehilangan dengan kehancuran negara dan mencari resolusi cepat konflik dengan pertempuran bernada.
Banyak daerah tidak melakukan apa pun sedikit atau mengubah pertahanan kota mereka, mungkin merupakan indikasi bahwa mereka tidak tersentuh oleh perang. Tembok kota yang baik dibiarkan dalam keadaan menghancurkan mereka atau hanya sebagian dibangun kembali. Dalam kasus London, kota itu mampu menghindari dihancurkan oleh tentara meyakinkan York dan Lancaster untuk tetap keluar setelah ketidakmampuan untuk menciptakan tembok kota sekali-defensif.
Raja-raja Perancis dan Skotlandia serta adipati dari Burgundy memainkan dua faksi off melawan satu sama lain, menjanjikan bantuan militer dan keuangan dan menawarkan suaka kepada bangsawan dikalahkan dan berpura-pura, untuk mencegah Inggris yang kuat dan terpadu dari membuat perang pada mereka. Periode pasca-perang juga lonceng kematian bagi tentara baron besar berdiri, yang telah membantu bahan bakar konflik. Henry VII, waspada terhadap pertempuran selanjutnya, terus baron pada tali yang sangat ketat, menghapus hak mereka untuk meningkatkan, lengan, dan tentara pasokan pengikut sehingga mereka tidak bisa membuat perang terhadap satu sama lain atau raja. Akibatnya kekuatan militer baron individu menurun, dan pengadilan Tudor menjadi tempat di mana pertengkaran baron diputuskan dengan pengaruh raja.
Beberapa rumah mulia benar-benar dibasmi selama perang. Sebagai contoh, dalam periode 1425-1449, sebelum pecahnya perang, ada sebanyak kepunahan garis mulia  seperti yang terjadi selama periode pertempuran 1450-1474. Namun, para bangsawan yang paling terbuka ambisius meninggal, dan pada periode selanjutnya dari perang, sedikit bangsawan siap mempertaruhkan hidup mereka dan judul dalam sebuah perjuangan pasti.

Senin, 27 April 2015

ESAI ''Mencari Keadilan''.!!!



Hukum, Apakah Identik Dengan Keadilan…..???
Indosia adalah negara hukum, dan muara dari proses pencarian keaadilan yang ada di sebuah Negara hukum salah satunya adalah pengadilan. Karena itu, proses peradilan semestinya ditopang dengan semangat sesuai dengan ketentuan yang adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bagaimana mungkin keadilan akan dicapai jika proses peradilan tidak dilakukan secara adil (fair trial).
Disisi lain Indonesia merupakan Negara yang sangat majemuk, baik dari segi social, budaya, polotik, maupun ekonomi. Di samping menjadi modal dasar bagi bangsa yang besar, kemajemukan itu ternyata melahirkan aneka persoalan yang kompleks. Ketimpangan pembangunan, misalnya, mengakibatkan kesenjangan social. Efek lanjutnya, kesenjangan kerap berpengaruh terhadap ketimpangan struktur masyarakat dalam memperoleh keadilan.
Hingga hari ini public disuguhi fenomena sejumlah putusan pengadilan yang diskrepansi, yakni putusan yang mengandung ketaksesuaian antara harapan publik dan kenyataan. Publik selalu berharap pengadilan sebagai pintu utama hukum dapat mewujudkan rasa keadilan, namun kenyataannya pengadilan sering menghadirkan putusan atau vonis hukum controversial yang kerap melukai rasa keadilan.
Belakangan ini di Indonesia  kerap terekspos proses peradilan yang janggal. Contoh yang masih belum lekang dari ingatan kita, Baru-baru ini kita dihebokan dengan berita tentang nenek Asyani yang berumur 63 tahun asal kabupaten Situbondo, yang harus menjalani persidangan lantaran diduga mencuri tujuh batang kayu millik Perum Perhutani. Padahal, ketujuh kayu tersebut merupakan hasil dari tebangan suami Asyani yang dilakukan 5 tahun yang lalu di lahan tanah sendiri dan disimpan di rumahnya. Kepemilikan lahan ini dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat hak atas tanah yang dimiliki Asyani. Jaksa pun menjerat Asyani dengan pasal 83 UU Tahun 2013 tentang illegal logging atau perusakan hutan lindung dengan ancaman 5 tahun penjara. Asyani pun sudah menjalani pahitnya dipenjara sejak 15 Desember lalu.
Pengadilan seolah-olah mengungkapkan pesan hanya berani menghukum orang miskin, namun tak pernah berani menghukum orang kaya dan para elit politik yang bersalah di negeri ini. Lihatlah bagaimana kasusus “rekening gendut” komisaris jenderal Budi Gunawan yang dengan begitu mudahnya PN Jakarta selatan membuat putusan hukum yang tak adil. Budi Gunawan dibebaskan dari penetapan status hukum tersangka dari komisi pemberantasan korupsi (KPK). Kini kasus Budi ini dilimpahkan ke kejaksaan Agung dan kepolisian Republik Indonesia. Pada kasus asyani vs Budi bagaikan langint dan bumi yang sangat jauh berbeda. Pengadilan seolah memperlihatkan wibawa dan otoritasnya untuk secepat kilat menghukum dan bagai harimau yang lapar menerkam mangsanya, sedangkan pada kasus Budi Gunawan pengadilan  berubah perangai menjadi persahabatan dan jadi dewa penolong.
Dari  dua kasus di atas yang sangat bertolak belakang, diditu kita bias menilai bahwa hukum di Negara kita belum mampu memberikan keadilan kepad rakyat. Sedangkan hukum pablik atau hokum pidana yang diterapkan di Indonesia adalah jhukum yang menyangkut kepentingan umum Negara, yang apabila hokum itu dilanggar, maka Negara turun tangan agar pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meskipun hal demikian itu tergantung kondisi dan situasi. Seperti pada rakyat biasa yang tidak punya harta, posisi, dan status yang tinggi. Hokum kita banyak membiarkan kasus-kasus berat jika dilakukan mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa yang melakukan pelanggaran kecil. Sedangkan pejabat yang melakukan korupsi sampai miliaran bahkan triliunan dapat berkeliaran dengan bebas. Meskipun ada beberapa koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati fasilitas mewah di dalam tahanan, bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di luar penjara. Kasus ketidakadilan hokum yang dialami nenek Asyani dan rakyat lainnya mencerminkan bahwa di Indonesia itu TUMPUL KE ATAS RUNCING KE BAWAH.
Adakah  hukum yang bias meneggakan keadilan tanpa pandang bulu? Hukum islamlah jawabannya, karena hokum islam berasaldari Allah yang Maha Adil. Dalam hukum islam sekuat apa pun upaya untuk mengintenvensi hukum pasti gagal, karena hukum Allah SWT. Tidak berubah dan tidak boleh diubah apalagi hanya untuk kepentingan orang-orang tertentu mempunyai banyak harta dan kekuasaan. Dimata hukum islam, semua orang memiliki kedudukan yang setara, muslim atau non-muslim, pria atau wanita, kaya atau miskin, berkedudukan tinggi atau rakyat biasa. Tidak ada diskriminasi, kekebalan hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal dihukum sesuai dengan jenis pelanggarannya. Hal ini pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Ketika seseorang wanita bangsawan melakukan pencurian dan para pembesar meminta agar hukuman wanita itu diperingan. Rasulullah SAW. “Seseungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah takala ada orang yang terhormat mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri; mereka menegakkan had atas dirinya. Demi zat yang jiwaku berada dalam genggamannya. Seandainya Fatimah putrid Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya.” (HR al-Bukhari). Hukum Islam juga tidak semata-mata membela penguasa, dengan demikian kelebihan hukumn islam yang bersumber dari Allah SWT yang jelas lebih baik dibandingkan hukum lain yang bersumber dari manusia.

Yogyakarta 27 April 2015
Created By: Senja ^_^